Laman

Rabu, 12 September 2012

Cinta Kepada-Nya


 Dari :

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Bismillahirahmanirahim..

“Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri. Tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi menggelorakan.” (Buya Hamka)
“Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang sholeh dan cobaan bagi ahli ibadah.” (Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah)
Dulu di kota kufah tumbuhlah seorang pemuda zuhud ahli ibadah. Disamping itu tampan dan rupawan. Suatu ketika ia singgah di sebuah perkampungan yang banyak dihuni kaum An-Nakha’. Sepulang berdzikir dari masjid, pemuda tersebut keluar dan melangkahkan kaki pulang. Selang beberapa langkah meninggalkan mesjid, matanya beradu pandang dengan perempuan berhijab cantik jelita.
Mata bertemu mata, namun lisan tak berani berkata. Hanya tatap menatap, tak mengucap. Tak ada suara, yang ada adalah getar jiwa yang meminta mereka menundukan pandangan. Iya, pandangan mereka kini saling menunduk. Langkah mereka semakin menjauhkan raga. Tapi jiwa mereka tengah bersalaman dan berbincang. Bukankah di dunia ini hanya bahasa jiwalah yang paling jujur mengungkap rasa? Tulus apa adanya tanpa ada terselip dusta.
Bahasa jiwa itulah yang mengikat tali cinta, hingga tersambung erat, kuat membuhul. Hanya dari sebuah pandangan perasaan bisa terjatuh dan tergila-gila. Walau sejenak, namun bagai anak panah melesat dari busur dan bermuara pada jiwa.  Beruntunglah, karena cinta tak mengepak sebelah sayap. Baik dari si pemuda maupun si gadis, tengah menumbuh benih-benih cinta. Menanti kasih yang ada di alam khayal, menjelma menjadi sayang di alam nyata.
Si pemuda sadar bahwa cinta sedang memuji imannya. Maka agar cintanya kepada makhluk tidak tertunduk liar, agar selalu dalam kebaikan dan keabadian. Agar cintanya berada dalam bingkai keimanan. Akhirnya si pemuda memutuskan untuk melangkahkan jiwa dan raganya untuk meminang gadis pujaannya.
Siapa yang akan menolak pemuda ahli ibadah, diiringi ketampanan dan kekayaan? Bukankah Rosul sangat tegas berpesan,
            “Jika ada orang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya  datang meminang putri kalian, maka nikahkanlah ia, jika kalian tidak melakukannya maka fitnah di bumu dan kerusakan besar akan terjadi”
Perkataan Rosul tersebut sangat dimaknai oleh ayah sang gadis. Namun apa mau dikata, bahwa putri satu-satunya itu telah ditunangkan dengan putra kenalannya. Walupun berat harus mengatakan, namun itulah kebenaran.
Pupus sudah harapan si pemuda untuk mengikat cinta bersama gadis pujaannya. Hancur sudah membangun surga sebelum surga yang sebenarnya dengan gadis pilihan dalam keutuhan syariat. Memadu cinta untuk mencintai sang pemilik cinta dalam mahligai rumah tangga. Takdir memang kadang kala tak cukup bermurah hati untuk menyatukan dua hati yang tengah dibalut kasih dan cinta.
Sebagai seorang pemuda yang taat, dia sadar bahwa “anugerah”terindah yang ALLAH berikan tersebut tidak semestinya dirusak. Tidak perlu mencari jalan lain, tidak ada jalan belakang, samping kiri maupun kanan. Asmaranya harus diakhiri. Cukuplah ALLAH sebagai muara akhir seluruh cintanya. Tak perlu melepas baju kemanusiaan dan melabrak tabu. Tak perlu memaksa memetik bunga, karena ia akan layu dan akhirnya mati.
“Backstreet” adalah jalan hina sehina-hinanya. Menimbulkan sesal yang tak mampu mengubah keadaan. Menimbulkan fitnah, merusakraga dan membinaasakan jiwa.
Namun diujung jiwa nan jauh disana. Si gadis jelita masih menyimpan cinta yang menggelora. Dia berpikir bahwa masih ada celah untuk diikhtiarkan. Maka diapun menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya melalui seorang pembantunya.
            “Duhai pemuda yang aku harapkan cintanya. Yang aku impikan berimam kepadamu. Yang berniat membangun surga sebelum surga yang sebenarnya. Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya betapa besar penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu. Seandainya engkau berkenan, aku akan berkunjung ke rumahmu atau aku akan memberikan kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”
Sungguh sebuah tawaran yang memancarkan harapan. Membuka lebar celah cinta yang nyaris tertutup rapat. Menyinari kembali cinta yang nyaris pupus. Setelah merenung beberapa saat, si pemuda menulis pesan kepada kurir kepada kurir pebawa pesan wanita pujaan itu. maka pulanglah kurir kekasihnya itu dan menyampaikan pesan si pemuda.
            “Duhai perempuan yang (mudah-mudahan) dirahmati ALLAH. Yang ALLAH berikan karunia keindahan iman dan rupa. Yang sungguh-sungguhaku cintai karena ALLAH. Akulah pemuda yang amat mencintaimu sebagai pengejewantahan cintaku kepada-Nya. Akulah pemuda yang berharap dapat mendampingi sisa-sisa umurmu untuk mengikat kasih, menggelar taqwa. Akulah pemuda yang ingin membangun surga sebelum surga yang sebenarnya itu bersamamu.

Namun, aku mohon maaf. Diantara kedua tawaran yang dinda berika tidak ada satu pun yangkupilih! Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar bilaaku sampai durhaka kepada Tuhanku. Aku juga takut akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah surut dan padam.
Dinda, biarlah cintaini tetap suci. Dan marilah kita mengantarkan cinta kita pada sebuah akhir, dimana cinta kita tak pernah berakhir.”
Jebollah bendungan kecil di sudut mata si gadis.
            “Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan eorang yang zuhud dan selalu takut kepada ALLAH seperti dian. Demi ALLAH, tidak seorang pun layak menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara hampir kebanyakan orang berada dalam kemunafikan.” Lirihnya sambil berbangga dalam hati menyaksikan kasholehan kekasihnya
Cinta itu indah, namun bila bercampur dengan gelora nafsu, keimanannya akan lenyap seketika. Dan berubah menjadi gunung merapi yang menghancurkan harga diri. Setelah menghayati benar pesan si pemuda. Si gadis kemudian merasa tidak perlu lagi kehadiran orang lain dalam hidupnya. Sekalipun itu dengan pemuda yang dipilihkan ayahnya. Pada pemuda itulah telah ia tumpahkan keutuhan cintanya. Bulat sempurna, ibarat bulan purnama. Hanya satu yang dia ingin lakukan. Mengekalkan cintanya kepada “Sang Pemilik Cinta”. Akhirnya si gadis meninggalkan segala urusan duniawinya. Senantiasa beribadah dan selalu menghadirkan jiwanya hanya untuk ALLAH. Sementara raganya makin kurus oleh beban cinta yang besar kepada pemuda yang didambanya.
Bila rasa rindu pada kekasihnya telah melanda, dan dada sesak lagi haus menahan jumpa. Maka saat langit berselimut gelap, saat manusia terlelap, saat bumi menjadi lengang. Diapun membasuh wajah dan berwudhu. Shalatlah dia, disaksikan oleh bintang. Lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha pencipta agar melalui kekuasaan-Nya yang tak terbatas dan menjangkau ke semua wilayah yang tak dapat tersentuh manusia, menyampaikan segala perasaan pada kekasih hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak tertanggungkan, dia menangis seolah-olah sedang berbicara dengan kekasihnya. Dan saat tertidur kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan menjawab segala keluh kesah perasaannya.
Dan kerinduan itu senantiasa menyelimutinya sepanjang hidup hingga akhirnya Allah memenggilnya ke haribaan. Gadis itu wafat dengan membawa secangkir cinta yang masih suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu syaitani. Sehingga cintanya senantiasa jernih, bak bening embun di pagi hari. Menggumpal mungil di tangkup hijau daun. Cinta dan embun, sungguh dua ciptaan yang banyak memiliki kesamaan.terutama membawa kesejukan.
Lipatan tanah boleh saja membenam jasad si gadis yang terbujur kaku. Namun cinta si pemuda masih tetap hidup subur tak membeku. Nama si gadis masih disebut dalam doa-doanya yang panjang dalam setiap shalat malamnya yang tak kalah panjang. Bahkan ziarah makam kekasihnya adalah kesibukan yang lain.


Cinta memang indah. Namun dibalik keindahannya, ia juga menyimpan kekuatan. Bagai benteng kokoh yang menghalau segala dorongan yang hendak menumbangkan keindahan cinta yang bersemayam dalam jiwa. Cinta juga merupakan jembatan dua jiwa yang terpisah oleh jarak bakan oleh dua dimensi yang berbeda.
Dan pada suatu malam, saat purnama telah bulat sempurna, saat pencaran keindahan tak ada yang menandingi di gulitanya malam, saat kedua kaki tak dapa lagi menyanggah tubuh, saat kedua mata tak lagi menahan kantuk, saat malam mengakhiri qiyamulail, saat itulah pemuda tertidur. Dan bermimpi seakan-akan melihat kekasihnya dalam keadaan yang sangat menyenangkan.
            “Bagaimana keadaanmu?” tanya pemuda itu dalam mimpinya
Kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan untaian syair :
“Kasih…
Cinta yang terindah adalah mencintaimu
Cinta yang membawa kepada kebajikan
Cinta yang indah hingga angin surga merasa malu
Burung surga menjauh dan malaikat menutup pintu”
Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu bertanya kepadanya,
            “Dimana engkau berada sekarang?”
Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair :
“Aku berada dalam kenikmatan
Dalam kehidupan yang tak mungkin berakhir
Berada dalam surga abadi yang dijaga para malaikat yang tidak mungkin binasa
Yang akan menunggu kedatanganmu, Wahai Kekasih…”
“Disini aku bermohon agar engkau selalu mengingatku karena akupun tak dapat melupakanmu” jawab si pemuda mencoba merespon syair kekasihnya
“Dan demi Allah, aku juga tidak dapat melupakan dirimu. Sungguh, aku telah memohon unukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan kesungguhan hati, hingga Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab si gadis
            “Bilakah aku dapat melihatmu kembali?” tanya si pemuda menegaskan
            “Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari.” Jawab kekasihnya

Tujuh hari kemudian, akhirnya Allah mewafatkan si pemuda. Allah mempertemukan cinta keduanya di alam lain, walau tak sempat menghadirkan romantisme di dunia. Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka berdua menjadi pengantin surga. Malaikat-malaikatlah menjadi saksi-saksinya. Bidadari-bidadarilah pengiringnya. Surga dan segala isinya dalah mahar yang terindah. Maka benarlah, mereka membawa akhir cinta mereka, dimana cinta tak akan pernah berakhir.
Subhanallah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa. Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar cinta itu tak menjadi cinta yang membabi buta yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta dijaga kesuciannya, manusia akan selamat dan memetik keindahannya. Para pasangan yang salaing mencintai tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tetapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta dan keridhoan dari Dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT di negeri yang fana ini atau di negeri abadi nanti. Menjadi pengantin dunia atau pengantin surga.
 
Salam Ukhwah Fillah & Keep Istiqomah
Sen^_^yum
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

2 komentar: