Tuberculosis (TB) merupakan masalah yang serius bagi dunia, karena menjadi penyebab kematian terbanyak disbanding dengan penyakit infeksi lain. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Pada tahun 2009, diperkirakan ada 8 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB paru di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada Negara – Negara berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. (DepKes RI, 2007)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15 – 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata – rata waktu kerja 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30%. Penyebab utamanya meningkatnya masalah TB paru antara lain disebabkan kemiskinan pada kelompok masyarakat seperti pada Negara – Negara yang sedang berkembang, perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan serta dampak pandemic HIV (DepKes RI 2007)
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak didunia stetlah india dan china dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB dunia. Diperkirakan pada tahun 2008, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Tingginya prevalensi penyakit TB tersebut khususnya di Negara yang sedang bekembang antara lain disebabkan oleh kepatuahn penderita minum obat. Di Indonesia misalnya 75% penderita menghentikan minum obat setelah 2 atat 3 bulan pengobatan, padahal untuk mencapai hasil maksimal pengobatan penyakit TB paru memakan waktu 6 bulan. Selain itu seringkali penderita menghentikan pengobatan karena merasa sudah sembuh, padahal efek yang mereka rasakan tersebut hanyalah efek palliative yaitu, hanya efek yang sekedar menghilangkan atau mengurangi gejala serta keluhan penyakit. (DepKes RI 2007)
Kurangnya kepatuhan penderita penyakit TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuahn meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberculosis atau multi drug resistance, shingga penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan. (DepKes RI 2007)
Sejak tahun 1990-an WHO dan International Union Againts Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi Directly Obseved Treatment Shortcourse (DOTS) dan telah tebukti sebagai strategi yang secara ekonopmis paling efektif (cost-efective). Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan,juga mencegah berkembangnya Multi Drugs Resistance Tuberkulosis (MDR-TB). Focus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuahn pasien, prioritas diberikan kepada pasien menular. Menemukan dan menyembuhkan pasien adalah cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO telah merekomendasikan DOTS sebagai strategi penanggulangan TB sejak tahun 1995 dilakukan secara bertahap di puskesmas. sejak tahun 2000 strategi DOTS secara nasional di seluruh unit pelayanan kesehatan terutama puskesmas yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan dasar. (DepKes RI 2007)
Startegi ini akan memutuskan penularan TB dan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Adapaun strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu : komitmen politis, pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tata laksana kasus yang tepat termasuk pengawasan langsung pengobatan oleh PMO, jaminan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bermutu serta system pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadapa hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara menyeluruh (DepKes RI 2007)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Pengawas Minum Obat), persyaratan seorang PMO adalah seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan ataupun pasien, seseorang yang tinggal dekat dengan pasien dan bersedia membantu pasien dengan suka rela, selain itu seorang PMO harus disegani dan di hormati oleh pasien (DepKes RI 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar