Anaximandros adalah murid Thales. Masa hidupnya disebut
orang dari tahun 610 – 547 SM. Ia lima belas tahun lebih muda dari Thales,
tetapi meninggal dua tahun lebih dulu. Sebagai filosof, dia lebih besar
daripada gurunya. Ia juga ahli ilmu astronomi dan ahli ilmu bumi.
Menurut pendapatnya langit itu bulat seperti bola. Bumi terkandung
di tengah – tengahnya. Bangunnya seperti silinder, bulat panjang dan datar pada atasnya.
Anaximandros menuliskan buah pikirannya dengan keterangan
yang jelas. Sebab itu karangan – karangannya dipandang orang sebagai buku
filosofi yang paling tua.
Seperti juga dengan gurunya, Anaximandros mencari akan asal
segalanya. Ia tak asal menerima apa yang diajarkan oleh gurunya. Yang dapat
diterima akalnya adalah bahwa yang asal itu satu, tidak banyak. Tetapi yang
satu itu bukan air. Menurut pendapatnya, barang yang asal itu tak berhingga dan
tidak berkeputusan. Ia bekerja dengan tiada henti – hentinya, sedangkan yang
dijadikannya tidak berhingga banyaknya. Jika benar kejadian itu tak berhingga,
seperti yang lahir kelihatan, maka yang “asal” itu mestilah tidak berkeputusan.
Yang asal itu, yang menjadi dasar alam dinamai oleh
Anaximandros “Apeiron”. Apeiron itu tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya
dengan salah satu benda yang ada di dunia ini. Segala yang kelihatan itu, yang
dapat ditentukan dengan panca indera kita adalah benda yang memiliki akhir,yang
berhingga. Sebab itu yang asal, yang tak berhingga dan tak berkeputusan. Mustahil
salah satu daripada barang yang berakhir itu. segala yang tampak dan dibatasi oleh
lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Dimana yang bermula dingin,
disana berakhir panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang terang oleh yang
gelap. Dan bagaimana yang terbatas itu akan mampu memberikan sifat kepada yang
tidak berkeputusan?
Segala yang tampak dan terasa itu, segala yang dapat
ditentukan rupanya dengan pancaindera kita, semuanya itu mempunyai akhir ia ada
(jadi), hidup, mati dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian
senantiasa, yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain. Yang cair
menjadi beku dan sebaliknya. Semuanya itu terjadi dari Apeiron dan kembali ke
Apeiron.
Demikianlah kesimpulan hokum dunia menurut pandangan
Anaximandros disitu tampak kelebihannya dari gurunya. Selagi Thales berpendapat
bahwa benda yang asal itu salah satu dari yang lahir, yang tampak, yang
berhingga juga, Anaximandros meletakannya di luar alam dan memberikan sifat
yang tidak berhingga padanya dengan tiada diserupai.
Setelah dibulatkan pahamnya, bahwa semuanya itu terjadi dari
Apeiron dipecahnya juga soal betapa kiranya timbulnya ala mini dari Apeiron itu.
Dari Apeiron keluar bermula yang panas dan yang dingin. Yang
panas memalut yang dingin, sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya. Sebab
itu yang dingin itu menjadi bumi. Dan dari yang dingin itu timbul pula yang
cair dan yang beku sebagai kedua belah yang bertentangan. Api yang memalut
bulat tadi pecah pula, dan pecahan – pecahannya berputar – putar seperti jalan roda.
Karena putarannya itu timbullah diantaranya berbagai lubang. Pecahan – pecahan api
itu berpisah – pisah, dan menjadi matahari, bulan dan bintang.
Bumi ini bermula dipalut oleh uap yang basah. Karena ia
berputar, yang basah tadi menjadi kering dan berangsur – angsur. Akhirnya tinggallah
sisa uap yang basah itu sebagai laut pada bumi.
Atas pengaruh yang panas terjadilah uap yang basah tadi
makhluk dengan bertingkat kemajuan hidupnya. Pada permulaannya, bumi ini
diliputi air semata – mata. Sebab itu, makhluk yang pertama ada di atas bumi
adalah hewan yang hidup di dalam air. Juga bangsa binatang darat pada mulanya
serupa ikan. Baru kemudian, setelah timbul daratan, binatang darat itu mendapat
bangunan seperti sekarang ini. Dari binatang yang berupa ikan itu, terjadi
manusia yang pertama. Manusia bermula tak bisa serupa dengan manusia sekarang. Sebab
orang yang dilahirkan serupa kanak – kanak tak bisa serentak berdiri sendiri. Ia
perlu asuhan orang lain terlebih dahulu, bertahun – tahun lamanya. Makhluk seperti
itu tidak bisa hidup dengan permulaan penghidupan di atas dunia ini. Pada penghidupan
bermula itu satu – satunya mesti tahu menolong dirinya sendiri dengan segera,
sejak dari lahirnya. Yang sanggup berbuat seperti itu ialah binatang serupa
ikan.
Anaximandros menganggap jiwa yang menjadi dasar hidup itu
serupa dengan udara.
Pendapat Anximandros tentang kejadian dan kemajuan makhluk
di dunia ini banyak menyerupai teori Darwin, yang timbul di abad 19, dua puluh
lima abad sesudah itu. tak heran kalau orang mengarang lelucon, bahwa
Anaximandros patut dipandang sebagai Darwinis, y.i. “pengikut” Darwin yang
pertama kali.
Dipandang dari jurusan ilmu sekarang, banyak yang janggal
pada keterangan Anaximandros tentang kejadian alam. Tetapi dilihat dari jurusan
masanya, dimana segala keterangan berdasar pada takhyul dan cerita – cerita yang
ganjil, pendapatnya itu adalah sebuah pikiran yang sangat lanjut. Itu saja
cukuplah untuk memandang dia sebagai ahli ilmu pikir yang jenial (genial/genius)
tetapi yang jadi perhatian besar bagi orang kemudian adalah caranya menguraikan
buah pikirannya. Ia mencari keterangan dengan metode berpikir teratur. Masalah yang
banyak seluk – beluknya ditinjau dari satu jurusan atau poko yang mudah. Dengan
demikian juga cara ilmu sekarang bekerja, sekali pun dengan alat pikiran yang
lebih sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar