Jika mencintai seseorang berarti kita harus mengambil resiko bahwa kita mungkin tak dicinta kembali. Mencintai tak harus memiliki? Nggak laku apa. Cinta meminta sebuah balasan, meski hanya sebuah senyuman atau sapaan. Itu cukup membahagiakan bagi yang mencintai. Setidaknya itu pertanda dia menganggap si pecinta. Meski si dia tak punya cinta untuk membalas.
Mencintai dalam diam kadang membahagiakan bagi sebagian orang dan menyiksa bagi sebagian lainnya. Karena dengan diam, mungkin diterima tapi dengan diam atau penolakan secara diam-diam juga.
Setiap orang pasti pengen dicintai dan mencintai. Terus, yang mana dulu? Mencintai atau dicintai? Sebagian orang lebih suka mencintai dulu dengan harapan akan dicintai. Dan sebagian lain sebaliknya. Lebih suka dicintai dahulu baru mencintai. Kesamaan keduanya berujung pada “sakit”.
Tak ada yang namanya harapan. Harapan setara dengan menyerah. Tapi mungkin keberuntungan bersamamu. Tapi sayangnya, tak ada yang namanya keberuntungan juga. Yang ada kamu bisa meoptimalkan kesempatan dengan pilihan yang ada.
Gue denger kata temen gue M. Sule,”Mencintai itu seperti menahan kentut. Apabila tidak dikeluarkan sakit dan kalo dikeluarkan malunya kemana-mana.” Jadi pilih yang mana? Menyatakannya atau memendamnya? Hasilnyapun sama “sakit”. Baik dirimu atau dirinya.
Pilihan terkadang menyudutkan diri. Dan tak banyak memberikan yang cukup baik. Seperti menunggu atau meninggalkan sama sakitnya. Tapi akan lebih menyakitkan apabila tidak bisa memilih antara menunggu atau meninggalkan. Pernah gue mencintai seseorang, tapi yang ada kayaknya gue menyakitinya.
“Selalu ada resiko dari apa yang kamu lakukan. Jangan menyesalinya. Aku tau itu sulit bila tak sesuai dengan yang diinginkan. Tapi akan lebih mudah bila kita menerimanya.”
“Memang benar tak ada yang sempurna di dunia ini. Tapi setidaknya pengalaman lalu menjadi batu loncatan untuk jadi lebih baik.”
Aku hanya ingin mencintai, bukan menyakiti.
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar