Laman

Senin, 09 April 2012

Anaximandros



Anaximandros adalah murid Thales. Masa hidupnya disebut orang dari tahun 610 – 547 SM. Ia lima belas tahun lebih muda dari Thales, tetapi meninggal dua tahun lebih dulu. Sebagai filosof, dia lebih besar daripada gurunya. Ia juga ahli ilmu astronomi dan ahli ilmu bumi.
Menurut pendapatnya langit itu bulat seperti bola. Bumi terkandung di tengah – tengahnya. Bangunnya seperti silinder, bulat panjang dan datar  pada atasnya.
Anaximandros menuliskan buah pikirannya dengan keterangan yang jelas. Sebab itu karangan – karangannya dipandang orang sebagai buku filosofi yang paling tua.
Seperti juga dengan gurunya, Anaximandros mencari akan asal segalanya. Ia tak asal menerima apa yang diajarkan oleh gurunya. Yang dapat diterima akalnya adalah bahwa yang asal itu satu, tidak banyak. Tetapi yang satu itu bukan air. Menurut pendapatnya, barang yang asal itu tak berhingga dan tidak berkeputusan. Ia bekerja dengan tiada henti – hentinya, sedangkan yang dijadikannya tidak berhingga banyaknya. Jika benar kejadian itu tak berhingga, seperti yang lahir kelihatan, maka yang “asal” itu mestilah tidak berkeputusan.
Yang asal itu, yang menjadi dasar alam dinamai oleh Anaximandros “Apeiron”. Apeiron itu tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan salah satu benda yang ada di dunia ini. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan dengan panca indera kita adalah benda yang memiliki akhir,yang berhingga. Sebab itu yang asal, yang tak berhingga dan tak berkeputusan. Mustahil salah satu daripada barang yang berakhir itu. segala yang tampak dan dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Dimana yang bermula dingin, disana berakhir panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang terang oleh yang gelap. Dan bagaimana yang terbatas itu akan mampu memberikan sifat kepada yang tidak berkeputusan?
Segala yang tampak dan terasa itu, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan pancaindera kita, semuanya itu mempunyai akhir ia ada (jadi), hidup, mati dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa, yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain. Yang cair menjadi beku dan sebaliknya. Semuanya itu terjadi dari Apeiron dan kembali ke Apeiron.
Demikianlah kesimpulan hokum dunia menurut pandangan Anaximandros disitu tampak kelebihannya dari gurunya. Selagi Thales berpendapat bahwa benda yang asal itu salah satu dari yang lahir, yang tampak, yang berhingga juga, Anaximandros meletakannya di luar alam dan memberikan sifat yang tidak berhingga padanya dengan tiada diserupai.
Setelah dibulatkan pahamnya, bahwa semuanya itu terjadi dari Apeiron dipecahnya juga soal betapa kiranya timbulnya ala mini dari Apeiron itu.
Dari Apeiron keluar bermula yang panas dan yang dingin. Yang panas memalut yang dingin, sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya. Sebab itu yang dingin itu menjadi bumi. Dan dari yang dingin itu timbul pula yang cair dan yang beku sebagai kedua belah yang bertentangan. Api yang memalut bulat tadi pecah pula, dan pecahan – pecahannya berputar – putar seperti jalan roda. Karena putarannya itu timbullah diantaranya berbagai lubang. Pecahan – pecahan api itu berpisah – pisah, dan menjadi matahari, bulan dan bintang.
Bumi ini bermula dipalut oleh uap yang basah. Karena ia berputar, yang basah tadi menjadi kering dan berangsur – angsur. Akhirnya tinggallah sisa uap yang basah itu sebagai laut pada bumi.
Atas pengaruh yang panas terjadilah uap yang basah tadi makhluk dengan bertingkat kemajuan hidupnya. Pada permulaannya, bumi ini diliputi air semata – mata. Sebab itu, makhluk yang pertama ada di atas bumi adalah hewan yang hidup di dalam air. Juga bangsa binatang darat pada mulanya serupa ikan. Baru kemudian, setelah timbul daratan, binatang darat itu mendapat bangunan seperti sekarang ini. Dari binatang yang berupa ikan itu, terjadi manusia yang pertama. Manusia bermula tak bisa serupa dengan manusia sekarang. Sebab orang yang dilahirkan serupa kanak – kanak tak bisa serentak berdiri sendiri. Ia perlu asuhan orang lain terlebih dahulu, bertahun – tahun lamanya. Makhluk seperti itu tidak bisa hidup dengan permulaan penghidupan di atas dunia ini. Pada penghidupan bermula itu satu – satunya mesti tahu menolong dirinya sendiri dengan segera, sejak dari lahirnya. Yang sanggup berbuat seperti itu ialah binatang serupa ikan.
Anaximandros menganggap jiwa yang menjadi dasar hidup itu serupa dengan udara.
Pendapat Anximandros tentang kejadian dan kemajuan makhluk di dunia ini banyak menyerupai teori Darwin, yang timbul di abad 19, dua puluh lima abad sesudah itu. tak heran kalau orang mengarang lelucon, bahwa Anaximandros patut dipandang sebagai Darwinis, y.i. “pengikut” Darwin yang pertama kali.
Dipandang dari jurusan ilmu sekarang, banyak yang janggal pada keterangan Anaximandros tentang kejadian alam. Tetapi dilihat dari jurusan masanya, dimana segala keterangan berdasar pada takhyul dan cerita – cerita yang ganjil, pendapatnya itu adalah sebuah pikiran yang sangat lanjut. Itu saja cukuplah untuk memandang dia sebagai ahli ilmu pikir yang jenial (genial/genius) tetapi yang jadi perhatian besar bagi orang kemudian adalah caranya menguraikan buah pikirannya. Ia mencari keterangan dengan metode berpikir teratur. Masalah yang banyak seluk – beluknya ditinjau dari satu jurusan atau poko yang mudah. Dengan demikian juga cara ilmu sekarang bekerja, sekali pun dengan alat pikiran yang lebih sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar