1.
Thales
Seperti juga dengan pujangga-pujangga Grik yang lain itu,
tarikh lahirnya tidak diketahui orang dengan pasti. Banyak orang menyebut masa
hidupnya dari tahun 635-545 sebelum Masehi. Thales terbilang salah seorang yang
pandai dari tujuh yang terkenal di cerita-cerita lam Yunani. Yang lain-lain itu
bernama Solon, Bias, Pittakos, Chilon, Periandos, dan Kleobulos. Mereka
terkenal karena petuahnya yang pendek-pendek, seperti “kenali dirimu” ,
“segalanya berkira-kira” , “ingat akhirnya”, “tahan amarahmu” dan banyak lagi
lainnya.
Menurut ceritanya, Thales adalah eorang audagar yang banyak
berlayar ke negeri Mesir. Ia juga seorang ahli politik yang terkenal di
Miletos. Pada masa itu masih ada kesempatan baginya untuk belajar ilmu
matematik dan ilmu astronomi. Ada cerita yang mengatakan bahwa Thales
menggunakan kepintarannya sebagai ahli nujum. Dengan jalan itu ia menjadi kaya
raya. Pada suatu waktu dinujumkannya aka nada gerhana matahari pada bulan itu
dan tahun itu. nujumnya itu kena benar. Terjadi gehana matahari di tahun 585
SM. Hal itu menunjukan bahwa ia mengetahui ilmu matematik orang Babylonia yang
sangat terkenal waktu itu.
Ada pula cerita yang mengatakan bahwa Thales sangat
menyisihkan diri dari pergaulan. Ia sering berpikir dan pikirannya terikat
kepada alam semesta. Pada suatu hari Thale pergi berjalan-jalan. Matanya asik
memandang ke atas. Melihat keindahan alam di langit. Tanpa disadari ia jatuh ke
lubang. Lalu, seorang perempuan menertawakannya dan berkata, “Hai Thales, jalan
di langit kau ketahui tapi jalanmu di atas bumi tak kau ketahui.”
Sungguh Thales bisa dibilang bapak filosofi Yunani, sebab
dialah filosof pertama. Ia tak pernah meninggalkan pelajaran yang dituliskannya
sendiri. Filosofinya diajarkan dari mulut saja. Dan dikembangkan dari mulut ke
mulut oleh murid-muridnya. Kemudian Aritoteles menuliskannya.
Menurut keterangan Aristoteles, kesimpulan ajaran Thales
ialah “semuanya itu air”. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok, dan dasar
segala-galanya. Semua benda terjadi karena air dan semuanya kembali ke air.
Dengan begitu Thales mendapat tentang soal besar yang selalu menjadi pertanyaan
: “apa asal alam ini?” , “Apa yang menjadi penyebab yang ada menjadi tiada?”
Untuk mencari sebab yang ada menjadi tidak ada itu, dia tak
menggunakan takhyul atau kepercayaan umum di waktu itu melainkan menggunakan
akal. Dengan berdasarkan penglaman yang dilihatnya sehari-hari dijadikannya
pikiranya untuk menyusun bangun alam. Sebagai orang pesisir dapat dilihatnya
setiap hari, betapa air laut menjadi sumber hidup. Dan di Mesir dilihatnya
betapa nasib rakyat bergantung pada air di sungai Nil. Air di sungai Nil itulah
yang menyuburkan tanah sepanjang alirannya, sehingga dapat didiami oleh
manusia. Jika tidak ada sungai Nil yang melimpahkan airnya itu ke darat, negeri
Mesir kembali jadi padang pasir. Sebagai seorang saudagar pelayar Thales
melihat kemegahan air laut yang membuatnya takjub. Sewaktu-waktu iar laut itu
menggulung dan menghanyutkan. Ia memusnahkan serta menghidupkan. Disini
dihapuskannya yang hidup. Tetapi bibit dan buah kayu-kayuan yang ditumbangkanya
itu hanyut dan diantarannya ke pantai lain. Bibit dan buah itu tumbuh disana
dan menjadi tanaman hidup.
Demikianlah laut menyebarkan bibt ke seluruh dunia, yang
menjadi dasar penghidupan. Semuanya itu terpikir oleh Thales. Air yang tak ada
putusnya itu dilihatnya dalam pelayaran, berpengaruh besar atas pikiran dan
pandangannya tentang alam.
“Semuanya itu air!” katanya. Dalam perkataan itu tersimpul,
dengan sengaja atau tidak, suatu pandangan yang dalam yaitu bahwa “semuanya itu
satu”.
Pada masa itu, selagi dunia penuh dengan takhyul dan
kepercayaan dengan yang ajaib-ajaib. Buah pikirannya mengatakan bahwa yang
lahir itu tidak banyak meliankan satu, tidak dangkal makannya. Pikirannya itu
membuka mata tentang bangun alam dan menyingkapkan selimut yang selama ini
menutupi kalbul manusia. Benar atau tidak pandangannya itu, tidak menjadi dalil
disini. Yang dinyatakannya Cuma kelanjutan pikirannya, yang memerdekakan akal
daripada belenggu takhyul dan dongeng.
Bagi Thales, air adalah penyebab yang pertama dari segala
yang ada dan yang jadi. Tetapi juga menjadi akhir yang ada dan yang jadi
itu. Di awal air diujung air. Air sebab
yang penghabisan. Asal air, pulang ke air. Air yang satu itu merupakan bingkai
dan juga isi. Atau dengan perkataan filosofi, ai adalah subtract (bingkai) dan
substansi (isi) kedua-duanya.
Dalam pandangan Thales tak ada jurang yang memisahkan hidup
dengan mati. Semuanya satu! Dan sebagai orang menurut masanya, ia percaya bahwa
segala benda itu berjiwa. Benda itu bisa berubah rupanya, bisa bergerak, bisa
timbul dan hilang, semuanya itu atas kodratnya sendiri.
Kepercayaan batin Thales masih animism. Animisme adalah
kepercayaan, bahwa bukan saja benda yang hidup saja yang mempunyai jiwa, benda
yang mati pun punya. Kepercayaannya
kesana diperkuat oleh pengalaman. Besi berani yang digosok sampai panas
menarik barang yang dekat padanya. Ini dipandangnya mempunyai kodrat tanda
berjiwa.
Sekian tentang filosofi Yunani yang pertama itu. pandangan
pikirannya menyatukan semua pada air. Air asal dan akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar